Saya adalah bagian dari ‘klan’ berdarah biru dengan sejarah dan tradisi panjang yang sungguh sakral. Beberapa tahun yang lalu, ‘keluarga kecil’ saya memberontak, ingin lebih egaliter dan demokratis. Memberikan nafas baru untuk keluarga besar yang sudah terlalu silau dengan kebesarannya, terlalu lama disembah-sembah sehingga tidak sadar bahwa lingkungannya sudah berubah. Keluarga kami punya pandangan yang berbeda: kami sadar bahwa selama ini klan kami hidup dari nama besar saja tetapi sebetulnya hidup dari derma. Keluarga kami ingin cari uang karena untuk apa nama besar tapi menggerogoti pembayar pajak dan tidak bisa membantu orang lain, membuat keadaan lebih baik. Klan saya tentu saja marah besar. Kami dianggap keluarga durhaka dan mata duitan walaupun lingkungan kami menerima pemberontakan ini dan mendukungnya.
Lalu datanglah tawaran dari ‘klan’ lain, klan pengusaha kaya yang tengah membuat tradisi baru. Klan ini menawarkan ‘ikatan pernikahan’ untuk membantu tujuan keluarga kami. Membangun klan baru yang lengkap, kami punya darah biru dan mereka punya uang. Bersatu, kita bisa menuju yang lebih baik. Suatu tujuan yang mulia. mimpi yang begitu indah.
Untuk menggapai impian itu, saya harus menikah (lagi). Segera. Klan pengusaha ini akan membayari biaya pernikahannya dan memastikan bahwa saya akan aman, sehat walafiat sampai saya bisa memberikan ‘cucu’. Di lingkungan kami, tingkat keningratan suatu klan dapat dilihat dari jumlah ‘cucu’nya. Makin banyak, makin ‘ningrat’.
Lalu saya dan saudara-saudara saya disuruh segera mencari jodoh. Tetapi, kami tidak bisa bebas, kami harus mendapatkan jodoh hanya dari satu daerah saja, karena biaya pernikahan di sana murah. Kami sempat menawar, bagaimana jika kami ingin ke daerah lain? Sisa biayanya biar kami usahakan sendiri saja.
‘tidak bisa. Nanti konsentrasi kalian terpecah karena harus cari uang. Kami tidak mau ambil resiko kalian tidak bisa bikin cucu.’ Begitu kata perwakilan klan pengusaha tersebut.
kami juga disuruh membuat rencana biaya pernikahan dan biaya hidup hingga kami bisa hidup tenang dan konsentrasi produksi cucu. Biaya ini memungkinkan untuk membawa bedinde kami yang sudah bagaikan belahan jiwa.
Waktu berlalu, pinangan kami mulai diterima dan kami siap menikah. Tentu saja kami berasumsi bahwa usulan biaya kami diterima dan kehidupan yang tenang dan damai sudah di depan mata. Kemudian tiba lah berita itu: biaya pernikahan dan biaya hidup harus dikurangi karena dianggap terlalu besar. mungkin kami dianggap anak-anak ningrat yang manja, semua bedinde ingin dibawa serta. Selain itu, tenggat waktu produksi cucu pun dipersingkat.
Loh bagaimana ini? Kenapa tidak dari dulu saja dibilang ‘TIDAK TIDAK TIDAK’. Kenapa tidak dari dulu saja disebutkan bahwa klan mereka hanya punya dana sekian sehingga kami bisa atur. Sungguh menyebalkan setelah saya dan saudara-saudara saya disuruh membuat anggaran tanpa batas. setelah kami dirongrong untuk segera cari jodoh macam cari jodoh itu seperti cari pelacur murahan di pinggir jalan, diberi iming-iming uang lalu langsung dapat.
Saya rasa, klan pengusaha itu tidak mengerti proses mencari jodoh dan menyelenggarakan pernikahan. Kelasnya baru sunatan saja yang lebih sederhana: tinggal cari dukun sunat, potong, jadilah. Padahal untuk pernikahan prosesnya lebih berbelit-belit.
Sungguh mengecewakan. Setelah beberapa kali berhubungan dengan klan itu, persepsi saya berubah. Kadang saya merasa diperlakukan seperti pengemis, sepertinya saya dan saudara-saudara saya ini anak-anak ningrat manja yang hanya ingin bersenang-senang dengan biaya dari klan pengusaha itu. Sepertinya kami ini hanya membebani mereka saja, persatuan kedua keluarga ini tidak lagi atas kesetaraan. Sepertinya mereka berpikir bahwa persatuan ini tidak memberikan keuntungan yang sesuai dan mereka hanya sapi perah bagi keluarga kami saja. Belum lagi gosip bahwa klan ini sudah mulai main mata dengan klan ningrat yang lain.
Saya jadi ingat, berbulan-bulan lalu keluarga kami berkumpul dengan klan pengusaha itu. Mereka datang untuk berkenalan dan menekankan bahwa komitmen mereka sungguh mantap, bahwa keluarga kami tidak perlu curiga ada maksud tersembunyi di balik pertalian kedua keluarga ini. Sekarang terbukalah mata saya.
1 comment:
weleh? ini masih urusan sekola lagi ya ra? ck ck ck...
sing geura beres nya neng, di doa keun ku emak..
Post a Comment