i was recently got married dan jauh-jauh hari sebelumnya saya berjanji untuk tidak menjadi smug bride-to-be/bride/newlyweds/marrieds.
smug = telling your single friends to “cepetan nyusul.....”, nanya “kapan atuh......?”, talk nothing else but my wedding plans/married life dan teman2nya. Yep, i’ve been on the other side and it sucks!!!!
entah kenapa, saya merasa pernyataan/suruhan/encouragement/whatever untuk segera menikah dari orang yg baru aja menikah seems so ..... inappropriate.
“Hello..... you’ve been married for a nanosecond and you’re already encouraging us to follow suit? What the hell do you know about married life? You don’t even know whether you’re going to like it! Are you trying to lure us into the same trap?” Hahahahaha...... gosh i wish i could say that......
pernyataan/pertanyaan tersebut, menurut saya, mengandung asumsi-asumsi tertentu yang sangat judgemental. saya mengerti, mungkin mereka hanya ingin para lajang merasakan kebahagiaan-teramat-sangat-(yang mereka rasakan)-akibat-menikah (terjemahan hiperbol dari marital bliss ;p) tapi tanpa disadari mereka berasumsi bahwa yang belum menikah ingin merasakan kebahagian-teramat-sangat oleh sebab yang sama alias seseorang belum merasa bahagia jika belum menikah.
asumsi di atas ada benarnya jika orang tersebut menganut paham bahwa dirinya belum lengkap apabila belum punya pasangan, bahwa dengan menikah, seseorang merasa ‘lengkap’, menemukan ‘belahan jiwa’nya. lalu, bagaimana dengan orang2 yang tidak percaya bahwa ada mahluk bernama ‘belahan jiwa’? bagaimana dengan orang2 yang sudah merasa dirinya ‘lengkap’? memangnya kalau tidak punya pasangan jadi tidak lengkap?
satu hal lagi yang menurut saya menyebalkan adalah jawaban newlyweds apabila ditanya ‘apa kabar penganten baru/how’s married life/and such’ dan dijawab dengan ‘nyesel, kenapa ga dari dulu’ atau ‘enaknya cuma x %, sisanya enak bangeeettttt’ . argh... klise. apa maksudnya gitu loh, karena jawaban itu tidak lantas membuat saya jadi tertarik untuk segera menikah atau ikut berbahagia dengan mereka atau jadi sirik dengan kebahagiaan mereka. bukannya saya tidak ikut senang melihat mereka senang, tapi senyum-turut-berbahagia-atas-kebahagiaanmu (i’m-so-happy-for-you smile) saya langsung berganti menjadi nyengir-penuh-sopan-santun (polite grin) begitu mendengar jawaban yang sangat klise tadi. hehehehehe........ karenanya, saya selalu bertanya ‘apa kabar?’ saja, titik. tapi herannya, some newlyweds selalu menjawab dengan jawaban di atas, padahal sumpah loh, saya gak tanya itu!!!!
so, sejak saya menikah, saya tidak pernah menggunakan jawaban/suruhan klise di atas. jika ada yang memberi selamat, saya hanya tersenyum dan mengucapkan terima kasih dengan setulus hati saya. jika ada yang bertanya apa kabar/how’s married life, lagi-lagi saya tersenyum dan menjawab ‘ya gitu aja’. kadang2 ada yang maksa dengan terus bertanya ‘gitu gimana?’ yang membuat saya maksa juga: ‘ya begitulah. maunya gimana?’ tapi ternyata jawaban (yang menurut saya sopan) ini masih salah, karena kemudian saya disangka menyesal betulan atau merasa tidak berbahagia. walah.....
1 comment:
aaah... baca tulisan ini, it just soooo ira fachira temanku yang sinis sama masalah permeritan itu.. hihi.. pasti tulisan ini dibikin pas daku lagi sering2nya membahas masalah merit, hihi.. sori ya bu kalo daku tlah mengganggu pikiranmu (apa masih ya?) hehe.. look at the bright side : jadi punya bahan buat curhat! hihihi... eh ra, diam2 dirimu berbakat juga loh jadi penulis, sekali2 bikin artikel napa ra? sapa tau bisa jadi penulis freelance di time.. hmmm.. - CHommar-
Post a Comment